Oleh: Saeful Ihsan ( Ketua Bidang Eksternal Jarnas Anies Baswedan Sulteng )
Kanalkata.com – Syahrudin Etal Douw, atau yang akrab disapa dengan Etal, adalah nama yang belakangan kerap dielu-elukan masyarakat Sulteng (Sulawesi Tengah). Kata orang, ia termasuk tokoh muda, pemain baru di kancah perpolitikan di Sulteng.
Bagi sebagian orang, Etal adalah wajah baru, nama baru. Apalagi bagi mereka yang jarang bersentuhan dengan isu-isu seputar hukum, lingkungan, serta diskriminasi terhadap petani, buruh, dan golongan masyarakat kecil lainnya, nama Etal boleh jadi asing.
Tetapi bagi saya, Etal adalah pribadi yang sudah akrab. Ia adalah aktivis pergerakan, seorang lawyer, intelektual progresif, pembaca buku, juga seorang yang memiliki citarasa humor yang baik.
Pribadi Etal dengan sangat mudah dapat saya kenali meskipun saya amat jarang bertemu langsung bercakap-cakap empat mata dengan beliau. Paling banter berkomunikasi saling balas pesan via komentar status di facebook, atau di grup-grup WhatsApp.
Etal merupakan senior saya di HMI-MPO, namun kami tidak sezaman. Masa kekaderan saya jauh terpaut beberapa tahun di bawah beliau. Oleh sebab itu saya kerap menyapanya “kanda”.
Dia–saking tawadunya–pun membalas tidak dengan sapaan “dinda”, melainkan kalau bukan “ustad”, ya, “bro”. Itupun tidak segera kenal. Sekira dua tahun menjadi kader HMI, barulah saya tahu bahwa ternyata di antara sederet senior HMI Cabang Palu, Etal adalah salah satu di antaranya.
Itu saya ketahui sewaktu HMI Cabang Luwuk Banggai memposting foto kegiatan diskusi yang difasilitasi oleh Etal, di situ menyebutkan bahwa ia adalah senior dari Palu.
Memang wajar, di masa itu, ia lagi aktif-aktifnya mendampingi dan mengadvokasi masyarakat. Utamanya soal perampasan lahan masyarakat oleh perusahaan, serta persoalan tambang-tambang di Sulteng yang keberadaannya merugikan masyarakat serta lingkungan.
Saat itu ia memang menjabat sebagai Direktur JATAM (Jaringan Advokasi Tambang) Sulawesi Tengah. Salah seorang teman sekampung saya, Dhani (bukan Ahmad Dhani Dewa-19), merupakan salah satu anggota JATAM di masa Etal. Saya banyak mendapat cerita-cerita tentang sosok Etal ini dari dia.Pribadi Etal bagi saya adalah sosok yang unik.
Saya menyimpulkannya melalui 3 jalan: melalui cerita Dhani, postingan facebook baik oleh akunnya langsung maupun diposting orang lain, dan juga dari tulisan-tulisannya yang pernah saya baca.
Aktivis Pergerakan Mahasiswa
Jika ditanyakan bagaimana sosok Etal di mata saya? Pertama-tama saya akan menjawab bahwa Etal itu aktivis pergerakan sejak dari mahasiswa.
Kawan-kawan seperjuangan Etal kerap memosting foto mereka sewaktu mahasiswa dulu, terutama ketika lagi aksi demonstrasi. Dulu, Etal itu gondrong.
Tampilannya benar-benar mencerminkan pemuda proletariat, yang urakan, bagai tak diurus. Tetapi saya tahu, bahwa itu adalah ekspresi, rasa solidaritas terhadap kaum lemah.
Urakan bukan jiwa yang sesungguhnya. Sebab tidak mungkin anda meneriakkan nasib kaum proletar, sedang anda menampilkan diri layaknya kaum borjuis. Namun itu merupakan tafsir khas zamannya.
Orang mungkin akan bertanya, mengapa kader HMI seperti itu? Asal tahu saja, HMI itu pluralis dari segi pemikiran dan identitas kadernya, meskipun tidak pluralis soal agama kader-kadernya–semua kader HMI wajib beragama Islam.
Bahkan sebelum masuk HMI pun, sesungguhnya Etal itu sudah aktivis. Ia bercerita pengalamannya bisa masuk di HMI, lantaran di suatu demo yang ricuh, ia diuber-uber polisi hingga masuk ke satu rumah, yang ia tak tahu kalau itu sekretariat HMI.
Di situlah ia menyaksikan bagaimana keseharian anak HMI, makan, membaca, solat, mengaji. Di situ pula ia tahu bahwa salah satu di antara mereka adalah Korlap (koordinator lapangan) aksi yang ricuh itu.
Lawyer yang Pasang Badan untuk Rakyat Kecil
Keberpihakan Etal terhadap rakyat kecil tidak berhenti di masa mahasiswa, bahkan ketika Etal menjalankan hidup sesuai dengan profesinya–sebagai pengacara, ia tetap berdiri pasang badan untuk masyarakat yang tertindas.Anda bisa membuka laman facebooknya, “Law Office TM. ETAL & Partners” untuk melihat aktivitasnya di dunia hukum dan penegakan keadilan.
Serta dari pelbagai testimoni yang menyatakan klien Etal yang dimenangkan dalam perkara, meski berstatus sebagai rakyat biasa dan berhadapan dengan korporasi.Satu di antaranya yang mengharukan, yaitu unggahan surat bertulis tangan bertarikh 30 juni 2022 di laman tersebut, berasal dari seorang klien bernama Firman Madeng.
Isinya mengungkapkan rasa terima kasihnya telah didampingi tanpa dibebani kewajiban biaya, namun masih memerlukan pertolongan sebab ia dikriminalisasi oleh pemilik modal yang bersekongkol dengan aparat. Tepat pada tanggal 12 september 2022 atau 3 bulan setelah unggahan tersebut, laman facebook Law Office TM. ETAL & Partners kembali mengunggah video Firman Madeng telah bebas dari tuduhan dan tuntutan.
Pembaca Buku dan Penulis yang Cadas
Tidak perlu melihat seseorang membaca buku sehari-hari untuk menilai kualitas bacaannya, apalagi modal posting pegang buku doang. Kerakusan dan kerasukan seseorang dalam membaca buku dapat dinilai dari tulisan-tulisan yang dihasilkan.
Dari tulisan-tulisannya yang saya baca, amat kentara bahwa Etal adalah pembaca yang kuat. Pertama dari susunan dan pemilihan kata, selain rapi dan tak memberi tempat bagi kebosanan, juga jika menyajikan data, pembahasaannya tidak kaku.
Selanjutnya, tulisan-tulisan Etal itu berani dan menohok langsung ke pihak yang di-“serang”-nya, lengkap dengan nama dan jabatan, tanpa tedeng aling-aling. Tanpa harus takut kena UU ITE kah, atau kekhawatiran bakal digugat pencemaran nama baik.
Tulisannya yang paling berkesan adalah tentang Hadji Murat, tokoh pejuang muslim Chechnya, dan Haji Murad ….”, konglomerat asal Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah, ditayangkan di Kompasiana tanggal 20 november 2013.
Di tulisan itu dengan apik Etal mengurai dua nama yang sama, namun beda keberpihakan itu. Itu merupakan kritikan–yang tentu sangat menusuk–terhadap nama yang kedua disebutkan, serta konglomerat-konglomerat tanah semisalnya, yang suka mencaplok tanah rakyat.
Kandidat Wakil Rakyat yang Menjujung Tinggi Kejujuran dan Sportivitas
Tahun 2019 silam Etal memutuskan untuk maju bertarung ke kancah nasional. Waktu itu ia mengajukan diri sebagai calon anggota DPD RI dari dapil Sulteng dengan nomor urut 38. Ia mengusung jargon “Dahsyat”, akronim dari damai, adil, sejahtera, dan merakyat.Ia melakukan gerilya politik mencari dukungan suara, melalui pengumpulan KTP yang dikerjakan oleh para relawan “Barisan Muda Etal”.
Barisan ini terdiri dari anak-anak muda yang mendedikasikan diri tanpa dibayar untuk kemenangan Etal, yang merupakan representasi pejuang rakyat kecil tertindas. Etal menanamkan prinsip bagi para relawan, bahwa kita adalah rakyat, dan berjuang untuk rakyat.
Tugas kita adalah mendidik dan memenangkan rakyat. Olehnya jangan menerima upah apapun dari rakyat, juga jangan berupaya menyuap rakyat untuk memperoleh suara. Namun, kali itu keberuntungan belum berpihak kepada Etal, ia harus puas dengan hasil akhir perhitungan suara dengan jumlah perolehan 67 ribu suara, yang berhasil didapatkannya dengan perjuangan murni tanpa uang. Ia pun menerima hasil itu dengan legowo.
Sosok yang Relijius
Memasuki ajang pemilu 2024 mendatang, Etal akan bertarung lagi, kali ini sebagai calon anggota DPR RI dapil Sulteng dari PKS. Saya sebenarnya cukup heran, mengapa Etal akhirnya menjatuhkan pilihan pada PKS? Saya mengira ia akan memilih PDIP, atau Gerindra, atau Nasdem. Sebab Etal yang tampak dalam citra lebih mengesankan “anak kiri” ketimbang “anak HMI”, apalagi “anak PKS”.
Namun kemudian saya menjadi paham, bahwa Etal moderat dan anti-diskriminatif sejak pikiran. Ia tidak melihat satu partai sebagai identitas yang harus dibedakan, distereotipe, kemudian dikotak-kotakkan, mana yang perlu dimasuki dan mana yang perlu dijauhi.
Dalam satu kesaksian, ia menyampaikan kepada Barisan Muda Etal dahulu, bahwa siapapun yang dilanggar hak asasinya, maka berdirilah bersama orang-orang itu. Tak peduli apapun suku, status sosial, maupun pandangan politiknya.
Jika dibalik, dapat kita katakan, berdirilah bersama orang-orang yang dilanggar hak asasinya, meskipun engkau berasal dari suku, status sosial, maupun dari partai politik apapun. Lebih jauh dari itu semua, saya menyadari bahwa Etal adalah sosok yang relijius.
Di ruang kerjanya yang berhias lemari-lemari buku dan lukisan besar pejuang Kuba, Ernesto Che Guevara, ia selalu menyediakan sejadah tempatnya bersimpuh mengintimi sang pencipta.Juga menurut saya, memilih PKS sebagai wadah perjuangan pasti bukan tanpa alasan.
Memilih maju berkontestasi melalui partai dakwah merupakan manifestasi komitmen terhadap perjuangan nilai-nilai yang diajarkan oleh Islam, yakni keadilan, serta kesejahteraan rakyat Indonesia.[]