
KANALKATA.COM, PAMBOANG, MAJENE – Ratusan jemaah dari berbagai penjuru Sulawesi Barat hingga Kalimantan memadati pelataran kediaman keluarga besar K.H. Muhammad Yahya di Pamboang, Kabupaten Majene, Sabtu (20/4/2025).
Mereka datang untuk mengikuti peringatan haul ulama kharismatik yang dikenal bukan hanya karena kedalaman ilmunya, tetapi juga karomah-karomah yang dikenang lintas generasi.
Dalam suasana yang hangat, Ust Muhsin Mahmud (Pembina Pondok Pesantren Mangkoso) tampil di atas panggung untuk membawakan manaqib—kisah hidup dan kemuliaan spiritual sang ulama. Dengan suara yang tenang dan penuh takzim, ia membuka tabir kisah-kisah yang selama ini hanya hidup dalam ingatan keluarga dan murid-murid K.H. Muhammad Yahya.
Salah satu kisah yang disampaikan Ust Muhsin adalah peristiwa yang terjadi pada awal 1970-an di Pamboang. Saat itu, Bupati Majene, Alim Bachrie, datang secara mendadak berkunjung ke kediaman K.H. Muhammad Yahya yang terletak tak jauh dari Pasar Pamboang. Di tengah kesulitan ekonomi, keluarga sang ulama tak memiliki persediaan makanan untuk menjamu tamu penting.
Istri sang kiai pun menyampaikan kekhawatirannya. Namun, dengan tenang K.H. Muhammad Yahya berkata, “Tidak usah khawatir. Jikalau pintu dunia sedang tertutup, kendati kita akan membuka pintu langit Arasy.” Tak lama kemudian, ia naik ke lantai dua rumah dan meminta beberapa orang menunggu di bawah. Secara ajaib, makanan dalam berbagai jenis turun dari atas rumah—cukup untuk menjamu seluruh rombongan tamu. Tak seorang pun tahu dari mana datangnya.
“Peristiwa itu bukan sekadar keajaiban,” tutur Ust Muhsin. “Itu adalah pengingat bahwa dalam kesulitan, ada kelapangan bagi mereka yang memiliki keyakinan dan keluhuran budi.”
Kisah karomah lainnya datang dari Pulau Kerasian, Kecamatan Pulau Laut, Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan. Dalam sebuah perjalanan dakwahnya, K.H. Muhammad Yahya meminta masyarakat setempat untuk tidak melaut sebelum melaksanakan shalat Jumat. Ia memperingatkan, jika mereka tetap melaut, maka “sisik ikan pun tidak akan mereka dapatkan.”
Namun peringatan itu tak diindahkan. Selama tiga pekan penuh, laut seakan membisu. Tak satu pun ikan berhasil ditangkap. Akhirnya, masyarakat beramai-ramai memohon maaf dan berjanji untuk mematuhi nasihat sang kiai.
Dalam khutbah Jumat berikutnya, K.H. Muhammad Yahya berdiri di atas mimbar dan berkata, “Hari ini, setelah shalat Jumat, pergilah melaut. Ikan-ikan telah membuka mulutnya dan sedang menanti kalian.” Benar saja, lautan kembali bersahabat. Perahu-perahu kembali dengan muatan penuh.
“Sejak saat itu,” kata Ust Muhsin dengan suara bergetar, “tidak ada satu pun warga yang berani meninggalkan shalat Jumat. Mereka tahu, sang kiai bukan hanya menyampaikan ilmu, tapi juga membawa keberkahan.”