Saat Plato menulis buku berjudul Republik, ia berpesan bahwa kekuasaan harus diduduki oleh seorang filsuf. Sebab, kebaikan dan kebijaksanaanlah yang harus mengatur negara-kota. Demikian pula Aristoteles dalam karyanya Politik, meskipun ia menekankan keadilan terutama pada aspek distribusi, sepaham dengan gurunya bahwa yang memimpin suatu negara-kota haruslah seseorang yang cerdas dan bijaksana. Aristoteles bahkan berpendapat, tugas mereka yang tidak cerdas adalah menjadi budak, sementara mereka yang cerdas dan bijaksana berhak menduduki posisi pemerintahan.
Harapan dua tokoh besar itu sempat terwujud di awal sejarah Indonesia, ketika pemerintahan diisi oleh sosok-sosok pemikir luar biasa, seperti Bung Hatta dan Bung Karno. Tipe pemimpin seperti itulah yang kita sebut sebagai negarawan.
Namun, kini sikap pengurus HMI Cabang Makassar tampak tidak lagi mengajarkan kita untuk menjadi negarawan. Contohnya adalah proses pelantikan pengurus Korkom Perintis yang baru, yang tidak dilakukan melalui musyawarah sebagaimana mestinya. Padahal, di dalam HMI Korkom Perintis terdapat sekitar 15 komisariat. Namun, saat pelantikan, pengurus yang dilantik kurang dari 20 orang, menandakan banyak komisariat tidak dilibatkan dalam musyawarah dan memilih untuk tidak terlibat.
Kondisi ini menunjukkan adanya kepentingan kekuasaan demi menjaga status quo. HMI Cabang Makassar menetapkan dan melantik pengurus Korkom Perintis secara sepihak, tanpa hasil musyawarah yang demokratis. Kesannya, penetapan ketua Korkom dilakukan sesuai pesanan para senior.
Kami harus menyampaikan kebenaran, meski pahit, sebagaimana firman Rasulullah: “Qulil Haqqa Walau Kana Murran” katakanlah yang benar meski terasa pahit.
Kami tidak ingin proses perpolitikan di HMI menggerogoti proses pembelajaran yang baik, termasuk dalam memahami politik secara sehat. Kita semua menyadari bagaimana kekacauan perpolitikan di Indonesia dan HMI, khususnya, muncul akibat pandangan pragmatis dan realis yang menyingkirkan moralitas. Hal ini mengizinkan segala strategi dan taktik, meskipun kotor, sebagaimana yang disampaikan Niccolò Machiavelli dalam The Prince, dan diimani oleh sebagian politisi kita.
Akhirnya, saat negara Indonesia kekurangan negarawan, HMI seharusnya menjadi tonggak utama melahirkan kembali para negarawan baru melalui proses kaderisasi. Langkah awal yang harus dilakukan adalah memberikan contoh sikap bijak kepada kader dengan memutuskan segala sesuatu tanpa mengedepankan kepentingan kelompok dan status quo semata.